Pada tahun 2020, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas (“Perpres 32/2020”). Sebagaimana judulnya, Perpres 32/2020 pada dasarnya menetapkan berbagai prasyarat yang berkaitan dengan optimalisasi Barang Milik Negara (“BMN”) di Kementerian atau Lembaga (“K/L”) terkait dan/atau aset milik Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) melalui hak pengelolaan terbatas (“Pengelolaan Aset”).[1] Perlu dicatat bahwa Perpres 32/2020 sebelumnya telah dianalisis dalam edisi Indonesian Legal Brief (“ILB”) berikut: “Pemerintah Atur Pengelolaan Infrastruktur Negara oleh Badan Usaha”.
Namun, dalam upaya untuk lebih mendukung partisipasi badan usaha dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah telah menerbitkan Peraturan No. 66 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perpres 32/2020 (“Perubahan”), yang berlaku sejak 2 Juli 2024.[2] Dengan tetap mempertahankan substansi pokok dari Pengelolaan Aset yang semula diuraikan dalam Perpres 32/2020, Perubahan ini memperjelas bahwa aset BUMN adalah kekayaan negara yang telah dipisahkan, serta dimiliki dan dicatat dalam laporan keuangan BUMN untuk kepentingan operasional dan korporasi BUMN yang bersangkutan.[3]
Dengan latar belakang di atas, ILB edisi kali ini merangkum ketentuan baru yang diperkenalkan dalam Perubahan beserta perbandingannya dengan Perpres 32/2020, khususnya yang berkaitan dengan hal-hal berikut:
- Perluasan Cakupan Aset yang Dapat Dikelola;
- Pengelolaan Aset yang Diprakarsai oleh Badan Usaha;
- Memilih Pengelola Aset: Penunjukan Langsung vs Beauty Contest; dan
- Transaksi Pengelolaan Aset: Penyesuaian Perjanjian dan Implementasi.
Perluasan Cakupan Aset yang Dapat Dikelola
Perubahan ini memperluas cakupan BMN atau aset BUMN yang tunduk pada Pengelolaan Aset yang semula diatur dalam Perpres 32/2020. Perluasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Cakupan Infrastruktur dengan Aset yang Tunduk pada Pengelolaan Aset | Perubahan[4] | Perpres 32/2020[5] |
Transportasi (bandara, kereta api, terminal bus) | √ | √ |
Jalan tol | √ | √ |
Sumber daya air | √ | √ |
Air minum | √ | √ |
Sistem pengelolaan air limbah | √ | √ |
Sistem pengelolaan persampahan | √ | √ |
Telekomunikasi dan informatika | √ | √ |
Ketenagalistrikan | √ | √ |
Minyak, gas bumi, dan energi terbarukan | √ | √ |
Kesehatan | √ | |
Kawasan | √ | |
Pariwisata | √ | |
Gedung perkantoran pemerintah | √ | |
Perumahan | √ |
Selain infrastruktur yang disebutkan di atas, jenis infrastruktur lainnya juga dapat ditetapkan untuk menjadi subjek Pengelolaan Aset berdasarkan usulan dari menteri terkait, kepala lembaga pemerintah dan/atau anggota direksi BUMN (secara bersama-sama disebut sebagai “Pejabat”).[6]
Perubahan ini juga memberikan pengecualian atas ketentuan BMN atau aset BUMN yang memiliki umur manfaat paling singkat 10 tahun, dan hal ini khusus untuk aset BUMN yang telah tercatat dalam pembukuan teraudit paling singkat tiga tahun berturut-turut. Namun demikian, pengecualian tersebut hanya berlaku jika Pejabat terkait telah menyusun studi kelayakan yang menunjukkan bahwa aset tersebut berpotensi memberikan nilai tambah jika dilakukan Pengelolaan Aset.[7]
Pengelolaan Aset yang Diprakarsai oleh Badan Usaha
Hal baru yang diatur dalam Perubahan ini adalah badan usaha dapat mengajukan prakarsa Pengelolaan Aset kepada K/L dan/atau BUMN sebagai pemilik aset yang bersangkutan.[8] Namun, Pengelolaan Aset yang dapat diprakarsai oleh badan usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:[9]
- Memberikan nilai tambah terhadap aset yang dikelola;
- Terintegrasi secara teknis dengan rencana induk di sektor terkait (jika Pengelolaan Aset melibatkan pengembangan atau pembangunan aset baru);
- Layak secara ekonomi dan finansial; dan
- Badan usaha yang mengajukan prakarsa harus memiliki kemampuan keuangan yang memadai.
Untuk mendapatkan izin melaksanakan prakarsa Pengelolaan Aset, badan usaha yang bersangkutan wajib menyampaikan studi kelayakan yang membahas usulan Pengelolaan Aset untuk ditelaah oleh Pejabat terkait. Setelah studi kelayakan disetujui, Pejabat tersebut kemudian harus menyusun Rencana Pengelolaan Aset. Perlu diperhatikan bahwa badan usaha yang memprakarsai Pengelolaan Aset harus menerima kompensasi dalam bentuk right to match.[10]
Memilih Pengelola Aset: Penunjukan Langsung vs Beauty Contest
Sebelumnya, dalam Perpres 32/2020, pemilihan badan usaha yang akan terlibat dalam Pengelolaan Aset dilakukan melalui skema tender prakualifikasi. Namun, Perubahan kini telah mendefinisikan ulang mekanisme pemilihan tersebut menjadi dua metode baru, yang dirinci sebagai berikut:[11]
Metode Pemilihan Pengelola Aset | Keterangan |
Beauty Contest | Dapat dilakukan secara elektronik oleh K/L terkait, dengan metode pemilihan badan usaha yang memiliki penawaran finansial dan/atau teknis terbaik sesuai dengan kriteria yang ditentukan.[12] |
Penunjukan Langsung | Dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Transaksi Pengelolaan Aset: Penyesuaian Perjanjian dan Implementasi
Perubahan ini telah memperluas cakupan klausul-klausul yang perlu diuraikan secara khusus dalam perjanjian Pengelolaan Aset BUMN. Penyesuaian tersebut diuraikan dalam tabel berikut:[13]
Klausul Penting | Perubahan | Perpres 32/2020 |
Dasar perjanjian | √ | |
Identitas para pihak yang terkait | √ | |
Objek Pengelolaan Aset | √ | |
Hasil Pengelolaan Aset | √ | |
Jangka waktu Pengelolaan Aset | √ | |
Pencairan jaminan pelaksanaan | √ | |
Tujuan pemanfaatan aset dan larangan untuk memanfaatkan aset untuk tujuan selain yang telah disepakati | √ | √ |
Tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan (yaitu pembayaran pajak dan kewajiban lain yang timbul akibat pemanfaatan aset) | √ | √ |
Hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara kinerja aset selama digunakan | √ | √ |
Larangan bagi badan usaha untuk mengagunkan aset BUMN sebagai jaminan kepada pihak ketiga | √ | √ |
Tata cara penyerahan dan/atau pengembalian aset | √ | √ |
Hal lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku | √ | √ |
Dalam hal pelaksanaan transaksi Pengelolaan Aset, Perubahan ini tidak membuat perubahan yang signifikan, yaitu tetap mewajibkan badan usaha untuk menyetorkan seluruh dana yang berasal dari Pengelolaan Aset ke rekening Badan Layanan Usaha (BLU) atau Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam jangka waktu enam bulan sejak penandatanganan perjanjian Pengelolaan Aset.
Namun, Perubahan tersebut kini mengharuskan penyetoran di atas dilakukan di muka (upfront).[14] Selain itu, perlu dicatat bahwa badan usaha kini dapat dikenakan kewajiban untuk membayar bagian dari kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana diatur dalam perjanjian Pengelolaan Aset.[15]
Poin Utama
Perubahan ini memperkenalkan perubahan substansial pada lanskap pengelolaan infrastruktur dengan memperluas cakupan BMN atau aset BUMN yang memenuhi syarat Pengelolaan Aset. Aset tersebut kini mencakup infrastruktur seperti layanan kesehatan, gedung perkantoran pemerintah, dan perumahan. Selain itu, pengenalan metode seleksi baru, seperti beauty contest dan penunjukan langsung membuat keterlibatan badan usaha menjadi lebih mudah.
Dengan mengizinkan Pengelolaan Aset diprakarsai oleh badan usaha, kebijakan tersebut dapat mendorong partisipasi proaktif dan mendorong inovasi dalam pemanfaatan aset. Perubahan kolektif ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi badan usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor infrastruktur.
Sumber: hukumonline.com